LIMAPULUH KOTA|Matapublic.com –Fenomena mengejutkan terjadi di tengah masyarakat: masih banyak warga mampu yang mengaku miskin demi mendapatkan bantuan sosial (bansos). Tindakan ini tidak hanya merugikan mereka yang benar-benar membutuhkan, tetapi juga menciptakan ketidakadilan dalam distribusi bantuan.
Salah satu faktor penyebabnya adalah ketidakjujuran perangkat Rukun Tetangga (RT) atau Jorong. Data yang tidak valid sering kali disampaikan oleh Ketua RT atau Jorong, meskipun mereka mengetahui kondisi sebenarnya dari warga yang mampu. Selain itu, praktik tebang pilih dengan mendaftarkan orang-orang dekat dan keluarga mereka saja menyebabkan banyak warga miskin yang seharusnya layak menerima bantuan justru terabaikan.
Akibatnya, kesenjangan sosial di tengah masyarakat semakin lebar. Contohnya, Ibu Destelmeri, warga Jorong Tanjuang Aro, Kecamatan Luak, Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat, yang berprofesi sebagai biduan dendang Saluang, tidak pernah menerima bantuan dari perangkat nagari. Padahal, pendapatannya sebagai tukang dendang Saluang sangat pas-pasan, dan ia berharap bansos pemerintah dapat meringankan beban ekonomi keluarganya.
Ia telah melapor ke perangkat nagari, mulai dari pihak Jorong hingga pendataan petugas yang sering datang ke rumah untuk mengambil foto kondisi rumah serta data diri keluarganya. Namun, hingga kini, bantuan yang diharapkan tak kunjung datang. Wali Nagari Tanjuang Aro menyatakan bahwa permohonan telah diajukan dan meminta untuk sabar menunggu satu bulan.
Kondisi rumah yang ditempati Ibu Destelmeri sudah tidak layak huni, dengan banyak bagian yang bolong dan atap yang bocor. Tempat buang air besar pun tidak tersedia, padahal ada program bantuan WC dari pemerintah untuk keluarga tak mampu. Ia merasa seolah tidak dianggap sebagai warga di kampung halamannya sendiri.
Saat ini, ia terpaksa tinggal di sebelah rumah adik kandungnya, yang merupakan bantuan dari beberapa komunitas di Kota Payakumbuh dan sekitarnya, termasuk mantan Wakil Bupati 50 Kota, Ferizal Ridwan. Pendapatannya dari dendang Saluang tidak menentu, dan kelima anaknya sudah lama putus sekolah karena keterbatasan ekonomi. Ia berharap dapat menerima bansos dari pemerintah untuk meringankan beban hidupnya.
Fenomena seperti ini dibenarkan oleh beberapa petugas Dinas Sosial Kabupaten 50 Kota. Mereka sering menerima laporan masyarakat yang mengadu langsung ke kantor Dinsos. Pihaknya telah melakukan pembaruan validasi data penerima bansos agar bantuan tepat sasaran dan meredam kesenjangan di masyarakat.
Kategori warga yang berhak menerima bansos antara lain keluarga dengan penghasilan di bawah Rp1.500.000 per bulan, kondisi rumah yang tidak layak, dan anak-anak yang putus sekolah. Dinas Sosial berharap dengan validasi data yang akurat, bantuan dapat diberikan kepada yang benar-benar membutuhkan, seperti Ibu Destelmeri.
Menurut Pasal 34 ayat 1 UUD 1945, “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.” Negara memiliki tanggung jawab untuk memelihara fakir miskin guna memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan. Pelaku penelantaran dapat dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp100 juta.
Ibu Destelmeri kini lebih memilih menutup diri karena segala upaya untuk mendapatkan bantuan telah ia lakukan, meskipun Wali Nagari berjanji akan menyelesaikannya dalam satu bulan. Ia memiliki lima anak yang membutuhkan pendidikan, namun karena ekonomi tidak berpihak, semua anaknya harus putus sekolah, dan masa depan mereka menjadi suram. Selain itu, dua dari lima anaknya belum terdaftar di BPJS Kesehatan karena kesibukan kerja sehari-hari.
Fenomena ini menunjukkan perlunya perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat untuk memastikan bantuan sosial tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak berhak. Dengan demikian, kesenjangan sosial dapat diminimalisir, dan mereka yang benar-benar membutuhkan dapat merasakan manfaat dari program bantuan sosial yang ada.