MataPublic.com, Sumbar ][ Konflik lahan di Nagari Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) hingga kini terus berlanjut tepatnya di Jorong Landai, dan Jorong Sungai Data. Konflik ini bermula dari pengambil alihan lahan oleh sejumlah orang yang mereka sebut asing dan aseng (WNI Etnis Tionghoa).
Menurut warga setempat sekitar 100 hektar lahan di dua jorong tersebut telah berpindah tangan hak kepemilikan ke tangan asing dan Aseng tersebut.
“Sekitar 80 persen di Jorong Sungai Data telah menjadi hak milik asing dan aseng dengan cara tidak sah. Total sekitar 100 hektar di dua Jorong itu,” kata salah seorang warga di Landai, Jumat (17/1/25).
Diduga sejumlah niniak mamak (pemimpin kaum adat) dan masyarakat di Nagari Harau itu telah memperjual belikan lahan pusaka rendah dan pusaka tinggi di daerah itu secara sepihak hingga menimbulkan pergesekan antara masyarakat dan niniak mamak di dua jorong tersebut.
Bahkan konflik hingga terjadi baku hantam antar warga yang lahannya diambil alih dengan pembeking asing dan aseng yang berujung saling lapor ke kepolisian. Tak hanya itu konflik itu meluas ke tuntutan pemberhentian kepala jorong Landai yang diduga masyarakat bekerjasama memuluskan rencana asing dan aseng tersebut.
“Hari ini kita rapat dihadiri babinsa, pihak kepolisian 50 Kota, Bamus, dan masyarakat Landai. Rapat ini menindaklanjuti surat masuk ke kami pemerintahan Nagari Harau yang meminta pemberhentian jorong Landai,” kata Wali Nagari Harau, Sukriandi.
Mendengar informasi tersebut, Ketua Corruption Investigation Committee (CIC) Luak 50 (Payakumbuh-Limapuluh Kota) merasa geram dengan pola Aseng tersebut dalam menguasai lahan di Ranah Minang khususnya di Nagari Harau Kabupaten Limapuluh Kota. Syafri Ario mengatakan ia sudah mengumpulkan informasi terkait masalah lahan tersebut. Menurutnya ini mengkhawtirkan karna ia mencium ada pola-pola mafia tanah sudah mulai masuk ke ranah Minang.
“Benteng terakhir NKRI adalah Ranah Minang, disini tanah tidak boleh diperjual belikan apalagi ke orang asing, hal itu sudah diatur secara adat Minang turun temurun. Saya meminta masyarakat Landai dan Sungai Data Kompak untuk menghadapinya,” kata Syafri Ario yang juga Ketua SMSI Luak 50 tersebut.
Ia juga berharap (APH RI) Penegak Hukum Republik Indonesia dan pemuka adat KAN Nagari Harau setempat mengamil tindakan yang tegas dan tepat. Jika tidak katanya pihaknya CIC akan melakukan gugatan dan ikut melaporkan pihak yang diduga mengambil hak lahan warga tersebut secara tidak sah.
“Masyarakat Landai harus membuka mata bahwa motif jangka panjang penguasaan lahan di Landai dan Sungai Data itu karna dua daerah itu memiliki potensi yang luar biasa, dari perkebunan, objek wisata dan tambang. Selain itu daerah itu akan menjadi jalur lintas terdekat ke Pasaman via Limapuluh Kota,” tegasnya.
Terakhir Syafri Ario mewanti-wanti kepolisian 50 Kota, BPN 50 Kota, dan Pemkab 50 Kota jangan sampai bermain-main dengan masalah ini. Ini penindasan secara halus dan penguasaan wilayah dengan cara membeli murah dan memanfaatkan warga setempat dengan taktik adu domba.
“Ya kita akan mengkaji dengan mendalam, dan mempertimbangkan untuk mewakili masyarakat untuk menggugat dan melaporkan permasalahan lahan itu,” tegasnya.
“No Viral No Justice”
(Tim/Red)